Hape Pertama yang Mengharu Biru

Memiliki hape alias handphone atau telepon genggam sepertinya sudah menjadi kebutuhan pokok dan bagian dari gaya hidup masa kini. (Sambil menundukkan wajah seraya membaca SMS, bukan WA, bukan BBM). Seperti yang kumiliki sekarang, kembali ke hape yang Jadul (jaman dulu). Aku teringat hape pertama pemberian bapakku. Sebuah hape second berwarna biru merek Nokia.

Aku sudah bawa hape sendiri kelas tiga SMA. Sejak aku memiliki SIM untuk membawa kendaraan sendiri ke sekolah, sejak itulah mobilisasiku semakin padat merayap seiring bertambahnya aktiftiasku. Ikut kegiatan abc, jadi panitia ini itu, dari hari Ahad ke Sabtu. Aku sering pergi ke luar rumah mengikuti jejak bapak yang juga kadang jarang dirumah untuk membantu urusan orang lain. Sebagai anak pertama dan perempuan satu-satunya, bapak sangat peduli terhadap urusanku. Sejak ada hape, bapak pasti menelponku saat waktu sudah menjelang maghrib dan aku belum pulang ke rumah “Ada kegiatan apa? Mau pulang jam berapa? Perlu dijemput tidak?” Karena itu, teman-teman yang berada disekitarku pasti tau aku dapat telepon dari siapa? Sebuah tanda saatnya aku harus pulang ke rumah. Haha. Sampai saat ini pun, bapak masih melakukan itu pada kedua adik laki-lakiku. Ya, itu dilakukan bapak semata-mata karena sayangnya pada anak-anaknya.

Saat pengumuman ujian masuk perguruan tinggi negeri. Sudah kuulangi sampai tiga kali membaca pengumuman hasil ujian dikoran, namun tak juga kutemukan namaku tercantum diantara ribuan nama peserta ujian yang lolos. Pagi-pagi, aku pun pamit pada bapak untuk melakukan survey lokasi outbond untuk suatu kegiatan dari alumni sekolah yang diadakan di daerah pegunungan. Kemudian, sudah agak siang, bapak menghubungiku untuk menanyakan diterima atau tidak. Dengan sinyal yang terbatas di daerah pegunungan, kuberitahukan pada bapak bahwa aku belum menemukan namaku sehingga aku berkata padanya “mungkin tidak diterima pak, namaku tidak ada”. Tapi yang dikatakan bapakku seakan tetap memberikan semangat harapan aku bisa diterima di PTN. Hingga, aku sudah turun gunung dan sampai sekolah ditanya oleh teman-teman, keterima tidak? Aku pun menjawab “tidak ada namaku” sampai seorang teman memberitahu padaku bahwa aku diterima di jurusan pilihan terakhirku. Antara sedih dan bahagia bercampur jadi satu. Aku memberanikan diri menelpon bapak yang sudah menyebarkan kabar ke teman-teman kantornya bahwa aku tidak diterima. “pak aku keterima di pilihan terakhir”. Rasanya bapakku senang sekali mendengar kabar bahwa anaknya diterima di perguruan tinggi negeri. Saat pulang kerumah ternyata aku sudah disambut oleh simbah, tetangga dan sudara karena bapak telah menyebarkan beritanya. Barangkali kalo zaman sekarang udah di upload di jejaring sosial media. Hahay

Lewat hape aku bisa berkomunikasi dengan orang yang berada di tempat yang jauh. Berbagi berita bahagia dan duka, baik melalui telephone atau pesan singkat (SMS). Menjaga hubungan baik dengan orang-orang yang dulu aku kenal seperti teman SD, SMP, dan berhubungan dengan alumni SMA yang kuliah di Bandung dan Semarang. (Padahal biasanya telepon bertiga pakai telepon rumah. Bisa lho telepon bertiga pakai telepon rumah, bahkan telepon rumah bisa di setting menjadi alarm untuk bangunkan sahur).

Selain untuk telephone dan SMS, hape pertamaku yang masih monocrome itu bisa untuk main game snake, yang membuat tubuh ular jadi panjang tanpa menabrak dan game menyusun bangunan (tetris bukan ya namanya aku lupa) yang kadang aku pakai saat bosan menunggu sampai “game over”. Pernah juga membuat ringtone sendiri dengan memasukkan kode-kode tertentu dengan nasyid favorit. Oiya, pernah juga ada yang nyasar. Ceritanya adikku mau ngecek nomor seseorang yang membuatnya “terganggu” pakai nomor hapeku, eh malah orang yang dicek nomornya miss call balik setelah itu SMS “lagunya bagus, kamu aktivis ya!” Nah lho!

SMS nyasar ataupun teror terkadang membuat tidak nyaman dalam berkomunikasi sehingga pengaturan keamanan pada Hape menjadi penting untuk mencegah kejahatan yang tidak kita inginkan dikemudian hari. Meski hape yang canggih sekalipun yang sudah ber-password juga tidak melulu aman. (Kalo sudah takdirnya hilang ya mau gimana lagi) Hape pertamaku berakhir dengan berpindah tangan ke tangan orang lain tanpa permisi. Aku lapor pak polisi dan kuberitahukan berita itu kepada bapak yang telah memberikan hape.

Barangkali tidak seberapa harga hape dibandingkan dengan siapa yang memberikan dan nomor orang-orang yang kusimpan didalamnya. Pada akhirnya, kehilangan hape memang menyedihkan akan tetapi akan selalu menjadi pelajaran bahwa kehilangan hape adalah cara-Nya untuk membuat kita mengerti betapa berartinya seseorang dalam hidup kita. Peringatan agar aku tetap menjalin silaturahim dengan saudara, teman, dsb tidak hanya pada saat hari-hari besar keagamaan saja.

Miliki Kehilangan Hape
Menemukan Surat Lapor Kehilangan Hape

Karena bagiku, hape adalah saat bangun pagi di hari Senin dan mendengarkan suara suami yang sudah berada di pulau seberang. Hape adalah bapak yang masih setia dengan hape jadul (jaman dulu) dan hape adalah teman untuk setiap kerinduan pertemuan. Dulu, kini, dan nanti.

http://www.istiadzah.com/2014/05/giveaway-cerita-hape-pertama.html
Hayuk Ikutan GA Hape Pertama

4 comments

Tinggalkan komentar