Ibu Bekerja Buat Apa?

Ketika Afkar, anak pertamaku yang masih berumur 2,5 tahun ditanya sama teman, guru, dan tetangga, “Ibu kerja buat apa?” Gambaran kita barangkali sang anak akan menjawab buat beli kereta Thomas, helicopter, permen, naik odong-odong, dll (karena sering nangis minta itu) tapi ternyata dengan mantap dia menjawab “IBADAH”, sebuah jawaban yang kata tetanggaku bahasanya orang tua banget… seperti namanya Afkar, yang artinya bijaksana.

Kata ajaib yang keluar dari mulut seorang anak kecil tersebut itu tidak akan keluar kalau tidak ada yang mengajarinya. Kata yang berasal dariku, seorang ibu yang bekerja sebagai aparatur sipil negara di sebuah propinsi yang mayoritas warganya 96% beragama Islam, lebih tinggi dari rata-rata nasional. Di Nusa Tenggara Barat tepatnya di kota Mataram, ibukota propinsi itulah anak-anakku tumbuh di dalam lingkungan Islam yang sudah menjadi nafas yang menyatu dalam diri masyarakat NTB. Dan barangkali inilah bagian dari rencana-Nya untuk mendidik anak-anakku, menjadi anak pesisir yang moderat untuk menerima segala perbedaan dalam bermasyarakat dan berkultur lebih terbuka dalam menjawab tantangan masa depan. Karena itu di dalam Islam, IBADAH bukan hanya dalam shalat ataupun ibadah yang disyariatkan kepada kita melainkan ibadah dalam seluruh aspek kehidupan. Bukankah kita diciptakan hanya untuk beribadah pada-Nya?  Saat anak-anak lain diasuh bersama dalam satu rumah oleh kedua orang tuanya dengan penuh cinta, sedangkan aku dan suami terpisah jarak karena suatu sebab,  tugasku hanya memainkan peran sebagai ibu yang berusaha sungguh-sungguh bagi kedua anak-anakku. Melahirkan, Menyusui mereka hingga 2 tahun serta merawat mereka. Aku yakin, ada saja cara-Nya untuk membuat kami berkumpul kembali. Tugasku cukup  memainkan peran sebagai ibu yang terus belajar memperbaiki akhlak serta membangun keyakinan/ visi hidup. Ya, aku sedang memainkan peran, sambil memikirkan cara agar waktu bersama mereka tetap berkualitas. Karena aku tak tau sampai kapan kita bisa hidup membersamai mereka, dan sampai kapan mereka bisa hidup bersama kita. Move On, buat hidup kita bahagia! Sambil terus berusaha mencari lingkungan yang baik bagi tumbuh kembang anak-anak. Pun ketika lingkungan sekitar tidak mendukung, tetap berjuang meski terkadang pernah lelah, pernah jengah, dan kalah, aku tak boleh menyerah karena niat Lillah berbuah maghfirah.  Ketika kemarin Afkar terbangun dari setengah tidur siangnya, dengan spontan dia mengatakan bahwa dia lupa mengantarku ke Kantor. Spontan hal tersebut membuatku tersenyum 🙂 Terima kasih anakku, dengan tulisan ini aku belajar berempati kepada ibu-ibu yang luar biasa di dunia nyata yang juga sedang berjuang memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. ‘Tulisan ini diikutsertakan dalam GA Every Mom Has A Story #stopmomwar’

9 comments

  1. Salut buat ibu yang bekerja di luar ataupun full jadi IRT. Dua-duanya tdak gampang dijalani karena saya tahu persis kondisi istri saya yang jadi ibu rumah tangga penuh. Pekerjaan rumah tak ada habisnya. Gimana kalau udah kerja di luar plus ngurus rumah.
    Yang bekerja atau yang di rumah sama-sama mulia asal dijalani dengan hepi dan bertanggung jawab. Salam kenal Mbak 😀

Tinggalkan komentar