“We live in a constant, churning, changing environment. In turbulent white water, every single person must have something inside them that guides their decisions. They must independently understand the purpose and guiding principles of the team or organization” Stephen Covey (2004)
Saat pertama kali temanku bercerita ada river tubing di salah satu kawasan wisata di pulau Lombok, aku pun tertarik mencoba permainan tersebut dan menulis berwisata alam di Suranadi. Aku merencanakannya sejak sebelum lebaran dan akhirnya, pada hari ahad, 12 Oktober 2014 kemarin aku melakukan river tubing bersama ketiga temanku. Suami dan anak-anak tak ketinggalan ikut sebagai supporter yang cukup menikmati makanan, kolam ikan, dan kolam renang di tempat yang disediakan.. Me time. Me time!
Jam 10 pagi kami berangkat menggunakan kendaraan motor dari Kota Mataram menuju Taman Wisata Suranadi. Perjalanan ditempuh kurang lebih 1 jam hingga sampailah kami di Taman Wisata Suranadi setelah itu kami diantar oleh pemandu ke Lesehan Taufik II. Ada 6 Paket river tubing yang ditawarkan mulai dari harga 100 ribu (tanpa asuransi) hingga harga 225 ribu (termasuk asuransi). Ada juga jasa fotografer untuk river tubing ini yang terpisah dari paket mulai harga 70 ribu. Lumayan kan kalo bawa banyak teman bisa patungan bareng-bareng. hehe. Setelah memilih dan membayar paket paling basic sesuai isi kantong kami, kami pun memasang alat pengamanan (helm, jas pelampung, pelindung lengan dan lutut). Meski semua peserta pakai rok, semua alat pengamanan wajib terpasang demi keamanan dan kenyamanan bersama.
Menuju sungai, kami diajak berjalan melewati hamparan sawah. Sekalian untuk pemanasan. Saat itu buah-buah padi tumbuh hampir menguning. Pemandangannya lumayan memanjakan mata kami yang biasanya duduk di depan laptop. Apalagi teman-teman yang aku ajak adalah mahasiswi teknik informatika dan komputer yang sehari-hari tak jauh dari itu. Dan akhirnya kami turun ‘nyemplung’ ke sungai yang debit airnya tidak begitu banyak karena masih musim kering. Pemandu memberi tahu kami tata cara penggunaan ban, cara menyelamatkan diri saat tenggelam meski nantinya ada pemandu yang mengawal di depan, di tenggah, dan di belakang, mengikuti perjalanan kami.
Siapa yang mulai menjadi peserta pertama? Aku memberanikan diri. Awalnya sempet grogi karena udah lama banget gak kecipak kecipuk berenang. Nah, pas udah nemu jeram kok semakin deg-degan. Rasa takut terjatuh yang aku khawatirkan pun terjadi. Mendadak lupa akan pesan pemandu untuk membiarkan ban itu hanyut, aku justru tetap memegang ban yang membuatku tak bisa berdamai dengan arus jeram.
Itu baru jeram pertama dari puluhan jeram yang harus kami lewati (ada juga jeram buatan yang membuat kami semua mau tak mau tenggelam) hingga sampailah di suatu tempat dimana kami diminta berhenti sejenak untuk sedikit lebih rileks. Mengevaluasi perjalanan yang ternyata baru 1/4 dari jarak yang harus kami lalui sepanjang 2 kilometer yang ditempuh kurang lebih dalam 1 jam.
Nah, berhenti sejenak ternyata membawa hikmah karena ternyata jeram selanjutnya lebih menantang. Aku ikut terhanyut dalam pusaran jeram hingga salah satu sepatuku ikut terhanyut dan kemudian diselamatkan oleh pemandu.
Di sepanjang perjalanan, aku menikmati sembari merefleksi perjalanan hidupku. Aku jadi teringat sebuah pesan dari video white water-nya Stephen Covey. Segala sesuatu berubah, bukan sekedar berubah, tapi dengan percepatan. Ketika kita mendapatkan tantangan, kita memberi respon yang sesuai, namun ketika ada tantangan baru, pola-pola lama yang dulu digunakan tak lagi berlaku. Nothing fail like succes. Jadi, kita harus memiliki respon yang baru untuk menjawab tantangan baru.
Zaman dulu, dalam situasi yang tenang barangkali kita bisa gunakan prinsip Ing Ngarso Sung Tulodo (di depan memberi contoh), Ing Madya Mangun Karso (Di tengah membangun prakarsa/ kerjasama), Tut wuri Handayani (Di belakang memberi dorongan/ motivasi). Namun di zaman sekarang saat hidup dalam dunia white water, ketika kita menghadapi situasi arung jeram yang bergejolak, kita tidak bisa mengatur diri sendiri. Kita tidak bisa mendengarkan orang lain ditengah suasana hiruk pikuk yang ada, maka kita harus memiliki sesuatu yang tetap dan tidak berubah (konstan). Ya kita harus memiliki kemampuan untuk beradaptasi, prinsip, dan pilihan untuk mengarungi kehidupan.
Aih… Tampaknya seru. Saya kepingin coba, tapi kok ya takut. Hahaha… dasar penakut!
Ayok mak kalahkan ketakutanmu.. Makasih sudah berkunjung
Waaahhh… analoginyaaa mantaaabsss…
Pinjem punya steven covey mak..
Satu jam petualangan? duh kalau gak dinikmati bisa copot jantung 😀 tapi keren yaaa, semoga bisa sampai kesana juga 🙂
iya kurang lebih begitu mbak.. deg degannya melatih jantung biar sehat.. aamiin.:)
pernah ngelakuin ini… ngeri juga dikit2 batu gede :s
[…] Taman Wisata Alam Suranadi yang merupakan hutan konservasi yang paling sering aku kunjungi pada saat hari kerja maupun berakhir pekan. Letaknya di Kecamatan Narmada Lombok Barat yang juga terkenal mata airnya yang jernih dan bisa membuat awet muda. Disana ada 3 sungai yang melintasi, 21 mata air serta 1 buah sarana irigasi. Sumber daya tersebut berperan penting sebagai penopang kehidupan masyarakat. Di Suranadi, aku pun pernah merasakan asyiknya river tubing […]